Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
BeritaDAERAHSumatera Selatan

Warga Penuguan dan Badan Pengawas Koperasi Cahaya Bersama Sawit mendesak Menteri ATR/BPN untuk mengevaluasi Hak Guna Usaha PT. Cahaya Vidi Abadi

48
×

Warga Penuguan dan Badan Pengawas Koperasi Cahaya Bersama Sawit mendesak Menteri ATR/BPN untuk mengevaluasi Hak Guna Usaha PT. Cahaya Vidi Abadi

Sebarkan artikel ini
RELASIPUBLIK.COM,- Warga Penuguan dan Badan Pengawas Koperasi Cahaya Bersama Sawit mendesak Menteri ATR/BPN untuk mengevaluasi Hak Guna Usaha PT. Cahaya Vidi Abadi agar dicabut atau dibatalkan. Pasalnya, telah terjadi dugaan mafia tanah dan penggelapan aliran dana milik masyarakat plasma yang dilakukan oleh PT. Cahaya Vidi Abadi.

Warga Penuguan dan Badan Pengawas Koperasi Cahaya Bersama Sawit melalui Penasehat Hukumnya dari Yayasan Bantuan Hukum Sumsel Berkeadilan M. Sigit Muhaimin S.H.,M.H mengatakan, kronologis awal dugaan mafia tanah disektor perkebunan yang diduga dilakukan oleh Oknum PT. Cahaya Vidi Abadi secara Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM), yakni:

Bahwa Lahan yang ada di desa Penuguan sebelum masuk PT. Cahya Vidi Abadi – Cahya Timur Estate adalah lahan pertanian produktif untuk menanam padi dan perkebunan kelapa yang mana petani yang berada di desa Penuguan berasal dari beberapa desa di sekitar wilayah kecamatan Pulau Rimau dan kecamatan Selat Penuguan. Selama bertanam padi, rata-rata petani menghasilkan padi sekitar 50 – 100 karung gabah padi perhektar atau sekitar 3,5 – 6,5 ton padi perhektar sekali panen dengan hasil ± 15 – 27 juta rupiah sekali panen. Sedangkan dari perkebunan kelapa rata – rata 3.000 – 6.000 ribu butir per tiga bulan panen perhektar atau Sekitar Rp. 6.000.000,- sampai Rp. 12.000.000,- per tiga bulan.

Bahwa Pada tahun 2010, PT. Cahya Vidi Abadi – Cahya Timur Estate mulai masuk di desa penuguan dengan iming – iming janji bahwa masyarakat akan sejahtera dan akan mengangkat perekenomian masyarakat apabila lahannya di masukkan / ikut bermitra dengan PT. Cahya Vidi Abadi dengan pola inti (60 %) dan plasma (40%) dan pembangunan kebun inti dan plasma di kerjakan secara bersamaan. Hal ini tertuang dalam Surat pernyataan Ir. Jati Cahyono selaku direktur utama PT. Cahya Vidi Abadi dan telah memakai Kop Surat PT Cahya Vidi abadi dan bermaterai Rp. 6.000 rupiah dan cap stempel PT. Cahya Vidi Abadi tertanggal 20 September 2010.

“Bahwa Selain pernyataan tertulis tersebut Bapak Ir. Jati Cahyono selaku direktur utama Pt. Cahya Vidi Abadi juga menyampaikan secara langsung sosialisasi mengenai program kerja perusahaan tersebut kepada para tokoh – tokoh masyarakat yang siap bersaksi untuk keterangan ini. Atas dasar pernyataan Direktur Utama PT. Cahya Vidi Abadi tersebut itulah yang menyebabkan masyarakat penuguan dan sekitarnya berbondong – bondong mengikuti kerja sama dan kemitraan dengan PT. Cahya Vidi Abadi dengan mengorbankan lahan pertanian dan perkebunan mereka yang masih produktif yang merupakan sumber kehidupan (mata Pencaharian) mereka selama ini,” ujarnya, Selasa (14/11/23) malam.

Kemudian sambung Sigit, bahwa pada tanggal 6 januari 2011 di terbitkan Izin lokasi usaha perkebunan kelapa sawit PT. Cahya Vidi Abadi seluas 5.750 Hektar oleh bapak Bupati Banyuasin Ir. H. Amiruddin Inoed terletak di desa Penuguan kecamatan Pulau Rimau.

Bahwa pada tanggal 5 Desember 2016, pemerintah kabupaten Banyuasin mengeluarkan daftar calon peserta perkebunan plasma yang berisikan 375 warga calon peserta dengan luas lahan 898 hektar yang di tanda tangani oleh Bupati banyuasin S.A Supriono selaku Plt Bupati Banyuasin. Penetapan cpp ini menimbulkan masalah yang baru yaitu luas lahan yang diserahkan oleh masyarakat kepada perusahaan jauh lebih besar ( ± 1.393 Hektar ) di bandingkan dengan luas lahan yang tercantum di dalam CPP SK Bupati Banyuasin

Bahwa semua data mengenai lahan Plasma yang diserahkan Masyarakat kepada Perusahaan seluas ± 1.393 Hektar di buat dan serahkan sendiri oleh perusahaan (Bukti Lampiran 09 – Daftar calon Peserta Plasma SK Bupati dan Susulan) dan Disini ada potensi lahan masyarakat yang hilang seluas ± 495 hektar.

Bahwa tidak ada transparansi mengenai hasil plasma yang merupakan hak dari Anggota Koperasi dan tanah masyarakat yang ditanam sawit dan telah dipanen oleh perusahaan.

Bahwa pembagian hasil panen sawit di kebun plasma dan tanah masyarakat (± 1.393 Hektar) telah dilakukan pada tahun 2019 dan terakhir tahun 2021 dengan penghitungan yang SANGAT TIDAK SESUAI DAN TIDAK MANUSIAWI.

Bahwa terkait dengan hasil Rapat tanggal 13 April 2022, pada poin 4 yang berbunyi : terhadap lahan plasma yang belum terbangun seluas kurang lebih 400 Hektar akan segera dilakukan pembangunan dengan komitmen perusahaan paling lama 18 (delapan belas) bulan terhitung bulan Juni 2022, apabila dalam jangka waktu tersebut tidak terpenuhi maka akan dipenuhi menggunakan lahan inti. Dan pada poin 7 (tujuh) Notulen rapat ini yang berbunyi “biaya Impestasi pembangunan kebun plasma sebesar Rp. 52.236.028 / Hektar dan menjadi plafon hutang yang akan lunas sampai dengan tahun 2027 pada kebun plasma seluas 526 Hektar, padahal hingga saat ini masyarakat plasma tidak pernah menanda tangani akad kredit plafon hutang pembangunan kebun plasma kepada pt. Cahya Vidi Abadi.

“Sampai dengan sekarang ini tidak ada pembagian hasil panen sawit. Warga masyarakat dan anggota plasma ((± 1.393 Hektar) tetap menuntut transparansi keseluruhan bagi hasil tanah warga yang ditanami dan plasma kepada pihak perusahaan.Lahan Warga masyarakat seluas ± 495 hektar mendesak untuk direvisi SK Bupati Tentang Calon Peserta Plasma dan/atau dihitung ganti kerugian (Harga pasaran lahan per/hektar , tanam tumbuh, dan bagi hasil lahan yang telah ditanami sawit) lahan mereka yang telah diambil paksa dengan skenario dugaan Penipuan dan Penggelapan,” tuturnya.

Angga Saputra,S.H mengatakan, adapun dugaan mafia tanah di sektor perkebunan yang dilakukan oleh Oknum PT. Cahaya Vidi Abadi secara Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM), yakni

Pertama, masyarakat diminta menyerahkan tanah untuk dibangun kebun plasma dan selanjutnya, tanah tersebut cuma dijanjikan saja dan tidak dibangun kebun plasma. Dari total 1.393 HA dan yang cuma mendapatkan plasma sawit tertuang dalam SK Bupati Banyuasin Nomor : 928 / KPTS / HUTBUN / 2016, Tentang Penetapan Calon Peserta Kebun Masyarakat (Plasma) Kelapa Sawit PT. Cahaya Vidi Abadi, hanya 898 HA. Skema ini cenderung mengadu domba ( DEVIDE ET IMPERA ) antara masyarakat yang mendapatkan plasma sawit dengan masyarakat yang telah menyerahkan tanah tetapi tidak mendapatkan kebun plasma dan/atau hasil plasma berjumlah 495 HA dengan jumlah 292 Orang.

Kedua, masyarakat yang tidak mendapatkan kebun plasma dan yang termasuk dalam anggota plasma terhitung sejak panen tahun 2016 sampai dengan 2019, tidak pernah ada bagi hasil plasma, sehingga memprovokasi masyarakat melakukan pematokan di areal lahan yang diserahkan masyarakat. Yang pada akhirnya provokasi dengan cara tidak memberikan bagi hasil plasma memuncak pada tahun 2021. Terjadi pemanenan masyarakat di areal plasma yang ditunjuk berdasarkan pernyataan Dedi selaku Pimpro PT. CVA sehingga terjadi kriminalisasi kepada ketua dan anggota koperasi Cahaya Bersama Sawit yang mengakibatkan menjalani hukuman Pidana.

Ketiga, bahwa dalam proses HGU terdapat dugaan pemalsuan Dokumen berupa :
Surat Pernyataan Penyerahan Lahan pada poin 4 (empat) yang menyatakan bersedia di Tata Ruang untuk lahan plasma guna diatur penempatannya sesuai dengan ketentuan perusahaan.

Daftar hadir Hasil Rapat Musyawarah dengan peserta Calon Petani Plasma, Tokoh Masyarakat dan Agama tentang rencana Tata Ruang Peta Inti Plasma PT. Cahaya Vidi Abadi Kebun Cahaya Timur Estate (CTE) yang mana peserta musyawarah tersebut tidak pernah menghadiri rapat tersebut tetapi ada tanda tangannya.

Dari uraian dugaan mafia tanah disektor perkebunan maka kami telah menyampaikan Laporan pengaduan ke Mabes Polri (dokumen terlampir) ditindak lanjuti oleh Polda Sumsel dengan nomor surat : B/5224/VIII/2023/DITTIPIDUM

“Berdasarkan uraian tersebut diatas dengan ini kami menyatakan kepada Presiden Republik Indonesia Untuk usut tuntas dan berantas Mafia Tanah di sektor Perkebunan di wilayah Indonesia pada umumnya dan Khususnya di Banyuasin dengan cara memerintahkan semua jajaran Pemerintahan Republik Indonesia,” tegasnya.

Kepada Kapolri Up Kapolda Sumsel
Untuk mengatensi Aduan Masyarakat Nomor : 01/KCBS/-SKL/II/2023 tertanggal 21 Februari 2023. ditindak lanjuti oleh Polda Sumsel dengan nomor surat : B/5224/VIII/2023/DITTIPIDUM, agar proses hukum berjalan dengan setegak-tegaknya dan seadil-adilnya

Kepada KPK untuk melakukan penindakan dengan cara melakukan rangkaian penyelidikan dan Penyidikan untuk mengusut tuntas dugaan kerugian negara di Sektor Perkebunan. Khusus nya di Kabupaten Banyuasin.

Kepada Kompolnas untuk mengawal Laporan Masyarakat Nomor : 01/KCBS/-SKL/II/2023 tertanggal 21 Februari 2023 yang di respon oleh Kapolri melalui Bareskrim Polri dengan Laporan No. B/9421/VIII/RES.1.24/2023/ BARESKRIM tanggal 8 Agustus 2023, agar berjalan dengan Adil sesuai Hukum yang berlaku di Indonesia

“Kita meminta kepada OMBUDSMAN untuk melakukan penyelidikan dan penindakan pelanggaran Mal Administrasi atas terbitnya perizinan PT. Cahaya Vidi Abadi di Desa Penuguan Kabupaten Banyuasin.Kepada Kejagung untuk Mengusut tuntas Laporan Masyarakat melalui Tim Satgas Anti Mafia Tanah di Kejaksaan Agung RI,” katanya

“Kepada Menkopolhukam untuk mengawal dan menindak tegas penyelewenagan dan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Pejabat Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kepada Menteri ATR/BPN untuk Dievaluasi Hak Guna Usaha PT. Cahaya Vidi Abadi agar dicabut atau dibatalkan,” tambahnya.

Angga meminta kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menyelidiki adanya dugaan penggelapan aliran dana milik masyarakat plasma yang dilakukan oleh PT. Cahaya Vidi Abadi

“Kepada Bupati Kabupaten Banyuasin untuk menindak tegas terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh PT. CVA dengan merekomendasikan mencabut dan/atau membatalkan HGU PT. Cahaya Vidi Abadi,” tandasnya.

Sementara itu, Humas PT CVA, Kusnan saat dikonfirmasi oleh awak media bahwa pihaknya  membantah bila PT CVA tidak membayarkan hasil panen dari petani plasma tersebut.

“Semua sudah kami bayarkan sebesar  Rp 4,9 miliar yang dibayarkan melalui  koperasi. Pembayaran tersebut untuk hasil panen 2019-2021 dan setiap hektar mendapatkan Rp 5 juta. Akan tetapi, untuk pembagian di lapangan, info yang kam  dapatkan tidak merasa dibagikan oleh koperasi. Ada yang dibayar Rp 2,5 juta perhektar, namun juga ada yang dibayarkan full Rp 5 juta/ha,” jelas dia.

Berkaitan dengan persoalan lahan tersebut, diakuinya memang tidak semua masyarakat tersebut mendapatkan lahan plasma. Sebab dari 1.393 Ha lahan yang diserahkan untuk jadi lahan plasma tersebut, dari pendataan di lapangan tersebut, hanya diketemukan angka 942,5 hektar saja. Sedangkan 452,5 Ha lainnya, pihaknya tidak menemukannya. Oleh karena itu, sesuai dengan luas lahan yang ada, makanya dibagikan.

” Bukan kita tidak membagikan lahan untuk plasma tadi, namun memang yang berhasil diketemukan batas dan lahan tidak sampai 1.393 Ha. Sebab yang kita temukan 942,5 Ha saja, sedangkan 452,5 Ha tidak berhasil kita temukan, sehingga otomatis, mereka ini tidak dapat. Bukan kita tidak mau berikan ke petani tadi, namun memang lahannya yang tidak ditemukan. Jadi sesuai dengan lahan yang ada saja yang kita bagikan. Setelah itu, baru kita data untuk pembagiannya,” bebernya.

Untuk pembangunan plasma sendiri, kata Kusnan, hingga saat ini masih terus jalan dan sudah masuk penanaman dan tinggal beberapa hektar saja yang belum. Namun demikian, dirinya optimis ini bisa selesai seluruhnya dalam waktu dekat.

” Kalaupun belum, tidak sampai belasan hektar lagi. Ini juga terus kita kebut pengerjaannya,”pungkasnya. ( Rilis)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *