Foto ; Ketua Legmas Pelhut.saat membersihkan pohon aren dibukit pendape jebang.
Relasipublik.com | Muba – Bagi Anda yang akan berwisata ke Bukit Pendape Lestari Dusun Jebang Desa Keramat Jaya Kecamatan Sungai Keruh Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan bersama teman atau keluarga, tak ada salahnya jika mengunjungi para pengrajin manes aren atau gula aren alias enaw. yang merupakan usaha peninggalan para leluhur kita.
Pasalnya, proses pembuatan gula aren ini cukup unik lantaran masih kental akan adat tradisional bahkan masih terdapat unsur mistis yang masih dipercayai oleh warga setempat khususnya para pengrajin gula aren. Minggu (14/3/21)
Salah seorang pengerajin gula aren, Herman (52) berkenan menerima siapa saja yang berkunjung ke wisata bukit pendape ingin melihat langsung proses produksi manes atau gula aren (enaw) tersebut.
Seperti diketahui bahwa gula aren atau manes (enaw) merupakan salah satu produk hasil kebun rakyat, diolah menjadi pemanis alami yang dihasilkan oleh pemekatan nira aren (enaw) yang secara tradisional melalui pemanasan atau dimasak. Proses pemasakannya sendiri biasanya berlangsung beberapa jam, hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kadar air yang terkandung di dalamnya. Setelah dimasak atau dipanaskan, kemudian dimasukan ke dalam cetakan hingga menjadi dingin dan mengeras sehingga jadilah gula aren atau manes enaw.
Berbeda dari produksi gula aren pada umumnya, Herman mengatakan proses pembuatan gula aren atau yang dikenal dengan sebutan gula batok di desanya itu masih terbilang tradisional.
“Pertama-tama, sebelum mengambil air dari pohon aren (enau) selama 14 hari atau lebih dalam sebulan dilakukan proses pemukulan dengan irama tertentu. Setelah dipukul, kemudian lengan-lengan pohon aren diayun hingga lentur. Proses ini dilakukan dengan tata cara adat petani aren, yang tidak sembarang dilakukan,” ujarnya.
Setelah itu, lanjut dia, bunga atau tandannya dipotong. Dilanjutkan dengan mengelap air yang keluar dari batang sebanyak tiga kali. Hal itu dilakukan untuk melihat apakah air pohon enau atau aren itu banyak atau tidak.
“Setelah dipotong lengannya, didiamkan minimal selama dua hari dan setelah itu diperiksa sebanyak apa sagunya. Dalam proses pengambilan air, petani aren akan menyanyikan sebuah lagu, yang disebut ‘ sebagai adat’,” tukasnya.
Kemudian jelasnya lagi, proses pemasangan tangga untuk naik ke atas pohon dilakukan saat mulai mengayun.
Pria yang sudah tahunan memproduksi gula manes aren itu turut menjelaskan, wadah untuk mengambil air aren menggunakan bambu. Namun, kata dia, juga bisa menggunakan jerigen.
Selain beberapa rangkaian proses tersebut, ia juga mengungkapkan bahwa ada beberapa pantangan yang tidak boleh dilanggar oleh petani aren.
“Ada pantangan juga bagi orang yang mengambil air enau atau aren tersebut yakni tidak boleh berbicara kotor (cabul) pada saat proses pengolahan air aren atau enaw ini,” tegasnya.
“Seorang petani aren juga tidak boleh pelit ketika orang lain meminta hasil sadapannya (airnya). Jika pantangan ini dilanggar maka, air enau akan cepat mengering,” timpalnya.
Usai mengambil air aren, dilakukan penyaringan, proses penyaringan ini ada dua jenis. Pertama, jika sagunya sedikit maka cukup menggunakan ijuk (lapisan pohon aren). Kedua, jika sagunya banyak maka menggunakan kain.
“Proses pemasakan pun dilakukan dalam wadah yang besar dengan menggunakan tungku tanah dan kayu bakar. Selama proses pemasakan adonan gula aren terus diaduk selama 3-3,5 jam. Sedangkan untuk membantu proses pengerasan gula menggunakan campuran getah kapuk. Setelah dicetak, gula biasanya hanya membutuhkan waktu 30 menit untuk mengeras,” tukasnya lagi.
Setelah menjelaskan secara singkat mengenai proses pembuatan gula atau manes aren (enaw) ini, Herman juga berkesempatan untuk berbincang-bincang dengan Irawan Sekwan Legmas Pelhut Muba .
Di sela-sela perbincangan itu, Herman menyampaikan harapannya sekaligus harapan para pengrajin gula aren lainnya agar pemerintah dapat membangun jalan guna membantu kelancaran mereka untuk memasarkan hasil produksi mereka.
Sebab, tutur dia, permasalahan yang selalu dihadapi mereka sejak dulu yakni sulitnya menjual karena jarak dusun mereka dengan pasar lumayan jauh dan yang lebih parah lagi jalan menuju dusun kami ini pada saat musim hujan parah, tiadak bisa di lewati oleh kendaraan roda 2 apa lagi roda 4, Ia juga mengharapkan perhatian pemerintah untuk dapat memenuhi keperluan alat dalam proses pembuatan gula aren dan solusi jalan yang selalu jadi kendala seriap tahunnya. Herman mengaku tetap akan menjadi pengrajin gula atau manes aren (enaw). Sebab, kata herman, tak sembarang orang dapat memproduksi gula atau manes enau. Jelasnya.
“Ya kita berharap pemerintah dapat membantu kami untuk peralatan dan fasilitas produk gula atau manes aren (enau) ini. Karena Kami juga berharap agar tentunya akan dapat meningkatkan ekonomi para pengrajin gula atau manes aren (enaw),” tutupnya. (Suharto/Ara)