Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Kabupaten Musi Banyuasin

Konsolidasi Kedua Perwakilan Mahasiswa dan Rakyat Muba, Ini Hasilnya

319
×

Konsolidasi Kedua Perwakilan Mahasiswa dan Rakyat Muba, Ini Hasilnya

Sebarkan artikel ini

Sumsel.relasipublik.com | Muba
—Gerakan Mahasiswa Pemuda dan Rakyat (GEMPUR) yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Pemuda dan Rakyat (AMPERA) melaksanakan konsolidasi kedua Rabu
(08 Desember 2021) Menindak lanjuti Konsolidasi pertama pada 28 November 2021 lalu, Tidak tanggung -tanggung konsolidasi kali ini dihadiri oleh perwakilan Mahasiswa Pemuda dan Rakyat dari 4 (empat) kecamatan sekaligus.

Yang terdiri dari : Kecamatan Bayung Lencir, Kecamatan Tungkal Jaya, Kecamatan Sungai Lilin dan Kecamatan Keluang
Bahwa selagi tidak ada skala prioritas untuk masyarakat Desa sekitar perusahaan (masyarakat desa terdampak) Gerakan Mahasiswa Pemuda dan Rakyat tetap menolak keras Perda Muba nomor 02 tahun 2020 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENEMPATAN TENAGA KERJA.

Untuk itu konsolidasi ini diadakan demi menjaga agar tidak ada gejolak di masyarakat dengan sistem rekrutmen tenaga kerja yang akomodir oleh  dinas terkait

Ari salah satu perwakilan mahasiswa dari Fakultas Hukum di salah satu Universitas Jogja, mengemukakan “Saya baru mendengar ada perda yang seperti ini di tanah Muba, menurut saya kita tanyakan kembali PROLEGDA nya ke DPRD, seperti apa diberlakukan sistemnya karena kita sebagai Mahasiswa Pemuda dan Rakyat baru mendengar ada perda setelah perdanya di Sah kan”, katanya .

Menurutnya penyusunan Perda ini seharusnya lebih terencana, terpadu dan sistematis serta mempertimbangkan segala aspek termasuk kearifan lokal.

“Saya sangat menyayangkan perda ini kami ketahui setelah beberapa waktu di sah kan, dan sepertinya ada kekurangan tentang asas keterbukaan disini, selanjutnya apakah Prolegda ini telah menampung aspirasi masyarakat? dan kalau ada, masyarakat yang mana?” Ujarnya .

Lutfi, salah satu Mahasiswa Fakultas Teknik asal Kecamatan Keluang menambahkan, “Saya pernah membaca selebaran pemberitahuan tentang pelatihan yang diadakan oleh pemerintah daerah Muba / Dinas terkait, disana tertulis beberapa persyaratan. Yang salah satunya, minimal pengalaman kerja 2 tahun. Ini yang miris bagi kami mahasiswa, bukannya yang harus diutamakan masyarakat yang tidak memiliki kemampuan agar dengan mendapat pelatihan ini dapat menambah pengetahuan dan sertifikasi, ini malah diminta pengalaman, bagaimana dengan pemuda yang baru lulus kuliah??? “, Kata nya .

“Dan terlebih lagi seharusnya ada skala prioritas untuk warga desa sekitar operasi perusahaan,  Kembali lagi skala prioritas nya harus dipertimbangkan disini” imbuhnya.

Selanjutnya pemuda perwakilan Kecamatan Bayung Lencir. Rian, menyampaikan “Bahwa skala persentase harus jelas, dari 100% tenaga kerja yang ada (baik tenaga kerja yang memiliki kompetensi maupun tenaga kerja non kompetensi) baik owner-nya maupun kontraktornya.

Harus ada pembandingnya, misal Untuk tenaga kerja antar lokal dan/atau antar kerja antar daerah 20%, Tenaga Kerja Lokal 32% dan tenaga kerja sekitar perusahaan 48%. Mengingat desa sekitar perusahaan adalah desa yang paling berdampak, jika terjadi sesuatu hal yang tidak kita inginkan terjadi.

Rian juga memaparkan beberapa contoh dalam penyampaiannya, “Dapat kita ambil contoh dari beberapa kejadian di beberapa perusahaan besar di Indonesia, yang pertama kali kena imbasnya ialah desa-desa yang jaraknya hanya beberapa KM dari operasi perusaan. Dapat dibayangkan rumah-rumah bahkan kebun dan ladang tempat mereka menggantungkan hidup terkena imbasnya, dilihat kejadian beberapa tahun lalu di Sid*arj*, siapa yang paling dirugikan disini?, tentu masyarakat dari warga desa terdampak, Balum lagi B*l***an dan beberapa kejadian lainnya” terangnya.

“Rekrutmen tenaga kerja lokal yang tidak memperhatikan nilai-nilai kearifan lokal akan menimbulkan kecemburuan sosial pada masyarakat, betapa tidak, mereka yang tinggal disekitar perusahaan  tidak mungkin hanya menjadi penonton” ujar kuyung Mok
Sargani pemuda asal Tungkal Jaya menegaskan bahwa “seharusnya perusahaan menerima tenaga kerja tidak hanya melalui kompetisi atau dengan cara Tes, bisa dilakukan dengan cara binaan, diterima dulu sebagai karyawan lalu dibekali dan diberi masa training selama 3 bulan seandainya bagus dilanjutkan menjadi karyawan tetap dan kalau tidak bagus kontrak akan diputus, metode ini bisa diterapkan agar bisa membantu perekonomian rakyat sekitar perusahaan dan tidak selalu mengedepankan tes, karena mereka yang tidak ada keahlian khusus juga punya hak yang sama atas keberlangsungan hidup dan pangan serta mendapatkan pekerjaan yang layak.

Menurut Dedi Irawan, pemuda yang akrab di sapa Iwan atau Fals, “ini baru 4 kecamatan yang tergabung dalam review Perda Muba nomor 02 tahun 2020, bisa jadi kedepannya seluruh kecamatan di Muba akan ikut ambil bagian mengingat ini tentang keberlangsungan nasib masyarakat desa sekitar operasi perusahaan kedepan”
Pada akhir Konsolidasi Halilandi sebagai moderator membacakan hasil keputusan konsolidasi Mahasiswa Pemuda dan Rakyat
Pertama :
Gerakan Mahasiswa Pemuda dan Rakyat (Gempur) akan menyurati DPRD Muba meminta agar segera diadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) agar persoalan ketenaga kerjaan di Muba khususnya desa-desa sekitar perusahaan segera teratasi.
Kedua :
Akan melakukan petisi penolakan perda 02
Ketiga :
Jika tidak ada keputusan dari pemerintah daerah (legislatif & eksekutif) terkait persoalan tenaga kerja dari warga desa sekitar perusahaan / ring 1, maka Mahasiswa Pemuda dan Rakyat akan melakukan aksi demo serentak se-kabupaten Muba sesuai dengan desa masing-masing yang didalamnya berdiri perusahaan-perusahaan yang tidak memprioritaskan masyarakat desa sekitar
Dan langkah selanjutnya yang akan diambil adalah Melakukan Judicial Review.

Editor : Elsa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *