Jakarta, RelasiPublik.com – Inisiator Kader Muda Partai Golkar (KMPG) Dian Assafri Nasa’i mengkritisi pembentukan koalisi tiga partai politik yang disebut Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Koalisi KIB ini terdiri dari Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Amanat Nasional (PAN).
“KIB ini bukan untuk Airlangga. KIB ini penuh muatan politis, untuk jegal seseorang yang memiliki komitmen kebangsaan agar enggak bisa maju berkompetisi secara sehat,” ujar Dian kepada wartawan, Rabu (8/6/2022).
Menurut Dian, jika KIB dibentuk untuk melanggengkan kekuasaan elit semata makal hal itu bertentangan dengan keinginan akar rumput masyarakat. Menurutnya, KIB inibak pisau bermata dua, salah menggunakan tempat dan waktunya akan sangat berbahaya bagi masa depan ketiga partai inisiatornya.
“KIB ini di buat untuk siapa. Sementara keputusan Munas Golkar airlangga yang diusung oleh partainya. Ini akan menimbulkan huru-hara di internal, begitu juga PAN dan PPP punya mekanisme internal juga yang harus di taati dan dijalankan bukan berdasarkan selera dan maunya ketua umum partai semata,” katanya.
Lebih lanjut, Dian juga meminta inisiator pembentukan KIB tidak menarik nama Presiden Jokowi dalam wacana koalisi tersebut.
“Jangan tarik tarik bapak presiden ke koalisi yang belum waktu nya karena itu justru dapat menimbulkan terganggunya kabinet kerja,” tambah Dian yang juga Mantan Plt Ketua Umum DPP KNPI.
Tak sampai di situ, Dian juga menanggapi isu terkait ketidak harmonisan antara Menko Perekonomian dan Presiden. Dian meyakini Jokowi tidak akan meningggalkan Golkar dalam berbagai kepentingan.
“Saya percaya bahwa presiden Jokowi, tak akan meninggalkan Golkar dalam berbagai kepentingan beliau,”tuturnya.
Keputusan politik presiden tak bisa di intervensi oleh siapapun itu, jika ada wacana yang mengatakan hubungan Presiden Jokowi dengan partai Golkar tak harmonis bisa saja terjadi. Hal ini karena situasi politik partai Golkar yang tak menentu dan tak konsisten belakangan ini. Apalagi bila benar ada hal-hal yang tidak sejalan dengan keinginan Jokowi, termasuk soal reshuffle kabinet.
“Jika presiden meninggalkan partai Golkar berarti ada keselahan atau kekeliruan yang fatal yang sudah dilakukan oleh unsur pimpinan partai Golkar. Keputusan politik Presiden Itu kita tak bisa intervensi, jika beliau ingin mereshuffle kabinet itu hak proregatif beliau sebagai kepala negara”. Jelasnya.
Dian melanjutkan adanya ilusif politik dari kubu partai Golkar yang menimbulkan rasa ketidakpuasan oleh presiden akibat kinerja kader partai Golkar terutama ketua umum partai Golkar Airlangga Hartarto.
Hal ini, lanjut Dian, dapat dibuktikan dengan kegagalan UU Omnibus Law, di mana MK menegaskan cacat formil. Lalu, impor barang yang tidak terkendali, di mana Presiden Jokowi hingga menegur langsung Airlangga di Bali.
“Selain itu tambahnya perbedaan tata niaga minyak goreng belakangan ini, apalagi pak ketum di berbagai forum pertemuan dengan pemimpin dunia di mana Jokowi hadir, pak ketum Airlangga kerap tidak disertakan ini menjadi tanda bahwa ada distrust dimata pak jokowi,” pungkasnya.( M.Nur/Rilis)