PALEMBANG.RELASIPUBLIK.COM,- Diskusi informal tokoh masyarakat dari berbagai elemen yang menyambangi Sekretariat GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia), Jl. Ir. H. Juanda No. 4 A, Jakarta Pusat, Kamis, 16 November 2023 dipandu Romo Harto tokoh spiritual dari Keraton Solo dan Bios Abiyoso.
Fenomena Pemilu 2024 jelas ditengarai adanya Brigade yang ingin memaksakan seseorang menjadi eksekutif di Indonesia. Sehingga dalam Pemilu bisa mengarah seperti peristiwa 1998 kembali terulang.
Pelanggaran etika berat yang dilakukan Mahkamah Konstitusi (MK) sangat meyakinkan di-remote kontrol oleh Istana yang mengabaikan etika berbangsa dan bernegara karena arah menuju negara sistem kerajaan yang tidak patuh pada tatanan republik, yaitu dari rakyat untuk rakyat.
Kondisi politik Indonesia hari ini hanya diorientasikan pada kekuasaan yang semakin jauh dari cita-cita kebangsaan.
Jadi memang ada upaya pembiaran terhadap rakyat agar terus berpikir dengan membiarkan rakyat bertarung diantaranya sendiri. Karena itu bangsa Indonesia harus berbasis pada spiritualitas, bukan cuma intelektualitas.
Kecuali itu perlunya kebersamaan para pemimpin agama-agama, negarawan, akademisi serta elemen masyarakat lainnya sebagai kekuatan yang berbasis spiritual sebagai kekuatan alternatif pengayom bangsa dan negara agar tidak tersuruk di lembah kehancuran.
Dalam budaya demokrasi merupakan hal itu wajar memiliki kepentingan asalkan adanya takaran yang terukur, tapi monarki tak sama sekali memiliki takarannya.
Apa yang mesti kita lakukan untuk keselamatan bangsa dan negara, menjadi topik utama dalam diskusi informal ini, ujar Sri Eko Sriyanto Galgendu. Sehingga istilah “Srinding pinggir kali”, yang dimaksud Kanjeng Bios Abiyoso sudah tepat diperankan oleh GMRI dan Forum Negarawan seperti yang dipelopori Kanjeng Sri Eko Sriyanto Galgendu dengan georafi fisik yang berada dalam ring Istana Negara.
Karena dalam istilah “Srinding Pinggir Kali” itu maksudnya adalah harus ada orang yang berada pada posisi di luar lingkaran agar bersedia dan berani mengkritisi keadaan yang ada di dalam Istana, tanda Kanjeng Bios Abiyoso, menandaskan.
Fenomena dari kejadian ambruknya patung wayang di Solo menjadi isyarat alam yang sangat dipercaya oleh banyak orang sebagai tanda-tanda jaman.
Kajian-kajian spiritual terkait dengan peristiwa yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2003, bermula dari GMRI melakukan acara sedekah bumi di Jawa Timur yang dihadiri juga oleh Gus Dur dan Sinuhun Paku Buwono XII. Kisah perjalan gerakan kesadaran dan pemahaman spiritual yang dilakukan GMRI, selaras dengan peristiwa Tsunami di Aceh pada 26 Desember 2004 dan tsunami yang kemudian terjadi di Yogyakarta.
Peristiwa spiritual ini menurut keyakinan para pelaku spiritual bukan peristiwa alam yang biasa, imbuh Heri menambahkan. Atas dasar itu juga, Kesepakatan untuk menggelindingkan Forum Wali Spiritual Bangsa Indonesia perlu mewadahi kaum spiritual untuk kemudian merengkuh pelaku spiritual dunia, tandas Sri Eko Sriyanto Galgendu dengan langkah pertama mengadakan Pertemuan Persaudaraan Spiritual Dunia di Indonesia di Jakarta, Yogyakarta dan Candi Borobudur, Magelang.
Langkah nyata dari gerakan kesadaran dan pemahaman spiritual mentautkan pemahaman berdasarkan buku yang dipertemukan dengan ilmu dan pengetahuan berdasarkan kubu, yaitu yang kejadian nyata dalam kehidupan nyata yang tidak tertulis, seperti banyak hal yang hanya diisyaratkan oleh alam dan jagat Raya ini.
Begitulah lingkupan pemahaman terhadap bahasa bumi, dalam istilah Sri Eko Sriyanto Galgendu, dan bahasa langit menurut Prof. David Karsidi. Hingga lingkup pemahaman terhadap bahasa bumi atau bahasa langit dapat menjadi landasan perenungan dan pemikiran sebagai pembanding dalam realitas kehidupan yang nyata. Inilah bagian dari topik yang akan segera dibahas dalam Forum Wali Spiritual Indonesia dalam waktu dekat.
Pertemuan bersama Kanjeng Harto dan Kanjeng Bias Abiyoso serta Suyono serta Joyo Yudhantoro sepakat membentuk Forum Wali Spiritual sebagai raga tempat ruh bersemayam sehingga jagat spiritual yang selama dianggap gentayangan hingga terkesan klenik dan alam ghaib semata dapat untuk diimplementasikan sebagai ekspresi yang mempunyai energi yang mampu dimanfaatkan sebagai dukungan.
Inti dari wadah spiritual ini adalah untuk membangun kesadaran, keikhlasan warga bangsa untuk menyelamatkan bangsa dan negara dari kehancuran.
Peran tokoh Semar Bodronoyo memang harus mengawali gerakan Forum Wali Spiritual Bangsa Indonesia untuk menyatukan warga masyarakat dunia dalam satu kesadaran spiritual bersama.
Peristiwa spiritual dari apa yang dimaksud dari “Suryo Tengahi Bawono” dalam simbol tiga angka satu menjadi isyarat yang meyakinkan telah dimulainya gerakan dan pemahaman kesadaran terkait dalam siklus tujuh abad ke empat di dunia yang akan mulai dari Nusantara.( Hendri/ Rilis)